Novel S Mara GD - Misteri Gelas Kembar : Sisi Lain Kehidupan Sosial Masyarakat Kit

Saya sedang iseng mengulang membaca novel-novel karya S. Mara GD, dan saya tertarik untuk mendongengkan secara singkat versi saya mengenai karya yang berjudul Misteri Gelas Kembar. Mulai dari cinta ibu kepada anak-anaknya yang dilandasi oleh kecintaan sang ibu tersebut terhadap martabat dan status sosial keluarga, cinta berlandaskan hawa nafsu, hingga cinta terpendam. Kasus cinta terpendam dan masalah-masalah sosial dalam novel inilah yang menarik perhatian saya, karena kepribadian dan profesi tokoh-tokohnya yang unik.

Salah satu tokoh utama dalam karya S. Mara GD adalah Gozali, pria yang digambarkan sebagai "lelaki jangkung bertampang seperti monyet", seorang bekas pencuri yang bertobat setelah masuk penjara, dan kini membantu sahabatnya, Kapten Kosasih, dalam berbagai kasus. Gozali tinggal sendiri dalam sebuah pondok sederhana. Dia memilih membujang karena prinsipnya yang memegang teguh kejujuran. Dia menyesali masa lalunya, namun itulah sejarah hidupnya dan dia tak mau menyangkal fakta tersebut. Satu hal yang dia pelajari saat berada di lembaga pemasyarakatan adalah "harga diri dari seseorang itu adalah apa yang dilihatnya dalam dirinya sendiri, bukan apa yang dinilai oleh mata fana orang lain." Dia tak pernah berani memikirkan untuk beristri karena masa lalunya. "Perempuan dari keluarga baik-baik mana mau tercemar namanya menjadi istri seorang penjahat, kendatipun penjahat itu sudah bertobat." Alasan itulah yang membuatnya berpikir lebih mudah dan aman mencari perempuan-perempuan 'profesional', karena mereka tidak membutuhkan penjelasan apa-apa darinya. "Mereka yang menyadari dosanya sendiri tidak terlalu kejam menilai orang lain. Mereka tidak lebih daripada sekadar dahan tempatnya bertengger untuk sementara, bukan suatu sangkar yang sanggup mengurungnya seumur hidup". Perempuan-perempuan ini tak butuh latar belakang pendidikan si peminat, tak ingin tahu masa lalu si peminat. Mereka hanya tahu memberi kenikmatan, dibayar, selesai. Tak ada konflik rumah tangga, tak ada pertengkaran karena cemburu yang memusingkan kepala.

Tokoh kedua yang menarik perhatian saya adalah Yulie, perempuan muda dari desa, tamatan sekolah dasar yang kesulitan mencari pekerjaan di Surabaya. Pernah beberapa kali menjadi asisten rumah tangga, namun tak pernah betah, hingga akhirnya menikah dengan lelaki penipu yang melarikan harta yang telah dikumpulkan Yulie dari hasil menjadi asisten rumah tangga. Untuk menghidupi dirinya dan adiknya, Yulie terpaksa menjalani cara termudah, yaitu menjadi WTS yang 'merdeka', tidak bergabung dengan mucikari di kompleks-kompleks pelacuran. Jalan keluar termudah dan tercepat untuk dilakukan oleh banyak perempuan, terpaksa bagi yang 'kepepet', dan dengan senang hati bagi yang memang mengutamakan nafsu.

Dalam Misteri Gelas Kembar, Gozali merupakan langganan Yulie yang paling disukai karena pendiam, misterius, tidak banyak bertanya maupun bercerita tentang dirinya sendiri. Bisa saja mereka melewatkan sehari suntuk dalam kamar hotel kecil tanpa bertukar sepuluh kalimat. Gozali sering tenggelam dalam lamunannya sendiri, dan bila Yulie tidak dituntut untuk selalu memberikan konsentrasi penuh pada ocehan teman tidurnya, ia dapat menikmati kebisuan dengan damai. Yulie tak pernah bertanya mengenai status Gozali, sudah beristri atau belum. Namun bila belum dan Gozali menawarkan, Yulie takkan ragu menerima laki-laki itu, yang digambarkan "meskipun jelek wajahnya dan penampilan tidak meruntuhkan hati perempuan, namun memiliki watak dan kepribadian yang menonjol".

Di sini saya ingin mengutip paragraf yang menurut saya paling menarik karena menjelaskan cinta terpendam si (maaf) pelacur terhadap bekas pencuri ini.
"Laki-laki ini sebetulnya amat disukainya. Tetapi ia menyadari statusnya sendiri yang cuma seorang pelacur. Dia tidak mempunyai apa-apa yang bisa diberikannya kepada laki-laki ini, semua yang ada padanya sudah bekas sisa-sisa orang lain. Tetapi walaupun Yulie menyadari bahwa mustahil dia akan menjadi istri Gozali, namun hal itu tidak mencegahnya dari mencintainya. Cinta yang terpendam. Cinta yang selamanya tidak akan pernah diutarakannya - agar tidak terjadi kecanggungan di antara mereka. Ya, cinta memang tidak selamanya berarti harus memiliki. Cinta juga berarti rela melepaskan bilamana itu tidak terelakkan lagi."

Novel ini juga menceritakan bagaimana orang yang merasa memiliki status sosial tinggi karena kekayaannya tak segan-segan melemparkan kesalahannya terhadap pelacur, karena dia memandang rendah orang lain yang berbuat kesalahan dan dianggap tak sederajat atau se-'level' dengannya. Tokoh ini - Nyonya Sukirman namanya - berkata,"Orang dihormati orang lain juga karena martabat dan status sosialnya. Manusia yang tidak memiliki kedua hal ini tidak lebih daripada keset kaki, hanya dihina dan dipandang rendah oleh orang lain, manusia yang selalu berada di bawah angin, yang terlupakan. Manusia yang demikian tidak mempunyai masa depan, tidak mempunyai kesempatan, dan tidak ada gunanya hidup lama-lama dalam penderitaan dan kesengsaraan." Dia tidak merasa bersalah menjadi tokoh antagonis, sang pembunuh dalam cerita tersebut, karena berusaha menyelamatkan pamor keluarga, berusaha agar anak-anaknya mempunyai reputasi terhormat dan masa depan cemerlang. Dia menyalahkan suaminya yang tergoda bermain-main dengan pelacur, tanpa mencoba melihat kekurangannya sendiri, yang terlalu dingin dan angkuh, menikah hanya untuk dikatakan dewasa dan terhormat, bukan atas dasar cinta.

Saya takjub! Karya ini menyadarkan saya bahwa pelacur tetaplah seorang perempuan, yang walaupun keterbatasan pendidikan dan ekonomi menjerumuskannya ke dalam salah satu kelas sosial terendah menurut masyarakat, tetap saja memiliki hati yang jauh lebih hebat dibandingkan tokoh masyarakat yang terpandang. Tokoh Yulie mampu mencintai dengan begitu dalam dan ikhlas, tanpa menuntut balasan. Di sisi lain, novel ini juga menceritakan kemunafikan masyarakat kita. Tokoh Nyonya Sukirman tidak menunjukkan kecintaannya terhadap keluarga, dia hanya mencintai status sosialnya. Okelah, dia berusaha menyelamatkan muka anak-anaknya. Namun bila kita coba telusuri lebih teliti, tetap saja usahanya tersebut untuk menjaga reputasinya sendiri. Dengan anak-anak yang memiliki reputasi terhormat, apalagi bila mereka dapat tumbuh menjadi 'orang' sesuai yang dia harapkan, tentulah dia sebagai ibu akan semakin dihormati oleh orang lain. Tuan dan Nyonya Sukirman pada awalnya sangat memandang rendah bahkan pada polisi yang berusaha mengusut pembunuhan sopir mereka dan pacarnya. Untuk melindungi dirinya sendiri, Tuan Sukirman berusaha memfitnah tokoh pelacur yang menjadi langganannya. "Apakah Anda akan lebih mempercayai kata-kata perempuan ini daripada saya? Ia hanyalah seorang pelacur murahan yang saya ambil dari pinggir jalan, dan dia akan mengatakan apa saja demi uang." Pada paragraf lain dia mengatakan, "... Tetapi perempuan ini takut sama polisi. Pasti ia mau mengatakan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Kalau ia tahu Anda mencari bukti untuk menjerumuskan saya, pasti ia mau mengadakan bukti itu untuk Anda, meskipun kalau hal itu tidak benar." Dan si pelacur pun 'muntab'! "Saya memang pelacur, Pak. Tapi sejelek yang dituduhkan Pak Sukirman, sekali-kali tidak! Sebetulnya saya tadi bermaksud menjaga reputasi Anda, mengingat Anda adalah orang yang punya kedudukan di masyarakat - tidak macam perempuan murahan seperti saya. Tapi ternyata Anda cuma seperti kodok kerdil, berani berbuat tetapi tidak berani mengakuinya. Saya mengakui saya adalah sampah masyarakat, perempuan murahan. Lalu Anda siapa? Anda mengira dengan uang Anda dan jabatan Anda, Anda lebih terhormat daripada saya? Anda sama berdosanya seperti saya? Anda sama rendahnya!" Waah, I BLEW MY MIND waktu membacanya!

Pada akhirnya, tentu saja kebenaran terbuka melalui Gozali, yang mampu melihat watak asli dari Nyonya Sukirman. Gozali dapat pula mengusahakan Yulie untuk 'pensiun' dari pekerjaannya dan pulang ke kampung untuk mencoba menata kembali kehidupannya sebagai orang baik-baik. Diungkapkan pula bahwa sebenarnya Gozali menyadari perasaan Yulie kepadanya, namun tak bisa membalas perasaan tersebut. Dari peninggalan adik Yulie yang terbunuh, supir Tuan Sukirman, Yulie dapat memperoleh cukup modal untuk memulai hidup baru yang terhormat. Gozali berpendapat bahwa bila ia masih mendatanginya, berarti ia malah mencegahnya kembali ke jalan yang benar.

Dan di sini, saya bingung untuk menyimpulkan...
Hahaha, ending yang aneh ya? Saya tipe yang sulit memikirkan penutup yang elegan, memberi kesimpulan yang memikat. Jadi daripada saya salah bicara, lebih baik saya tutup sampai di sini 'dongeng' saya. Ciao!


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar