Kala Angin Menguak Kabut part 2

Kuakui aku memang bodoh menyukainya. Ganesha Putra Angkasa, biasa dipanggil Esa. Aku mengenalnya sebagai sahabat karib kakak angkatku, Ardian Langit Prabawa, tepatnya saat aku masih SMP dan mereka SMA. Aku lebih dulu dekat dengan kakak angkatku itu, bahkan sempat menyukainya. Kak Ardi memang orang yang aneh, terkadang aku berpikir dia punya pribadi ganda. Suatu ketika dia mengirim SMS lebih dulu dan isinya penuh perhatian, dia juga pernah mengirim lirik lagu yang sedikit ambigu maknanya bagiku.

I’ll be there for you
I’ll be watching you
It’s all about the things called love
That makes me do everything for you                                (Samsons – For You)
Dia juga pernah menunjukkan puisi buatannya, dan aku tak tahu mengapa yang dia tunjukkan adalah puisi tentang cinta. Aku merasa sedikit ‘tertusuk’ saat membaca puisi itu. Entah kenapa yang aku bayangkan dalam puisi itu adalah diriku sendiri. Hahahaha, PD ya? Habis, puisi yang dia tulis hampir seperti kisah kami berdua selama ini.
Kadang juga dia ‘ngambek’ karena aku tak memberinya kabar beberapa lama. Biasanya aku sengaja tidak memberinya kabar karena aku kesal menerima balasan datar darinya. Dia sering memintaku menceritakan kegiatan yang kujalani, tapi tak sekali pun dia menceritakan tentang dirinya sendiri. Aku tak ingin hanya aku yang diperhatikan, aku juga ingin memperhatikannya. Dia pernah menduga aku menyukai seseorang dan memaksaku bercerita. Awalnya aku tak ingin menceritakannya. Aku tak segila itu untuk mengakui bahwa orang yang kusukai adalah Kak Ardi. Aku pun lebih nyaman seperti itu, bisa dekat dengannya sebagai adik. Tapi karena paksaannya yang membuatku semakin kesal, akhirnya tercetuslah pengakuan itu. Apa jawabnya?
From : Kak Ardi
Maaf ya dek, kakak lebih nyaman dengan hubungan kita yang sekarang
Memangnya aku minta hubungan lebih? Astaga, kalau bukan dia yang memaksa terus-menerus aku tak akan mengatakannya. Aku berusaha ‘membunuh’ perasaanku, membiasakan diri tak lebih dari sekedar adik baginya. Kalau dia bisa mengacuhkanku, kenapa aku tidak?
Bencana itu tiba suatu hari, persis tengah malam saat ulang tahun Kak Ardi. Aku yang sedang liburan di kota tempatnya kuliah mengirim SMS mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Di saat yang sama, aku mengisi waktu sebelum tidur dengan bercerita dengan Esa. Aku mengingatkan Esa tentang ulang tahun Kak Ardi. Tak kuduga, Esa membalas SMS-ku dengan berita yang mengejutkan.
From: Kak Esa
Jangan lupa minta traktirannya dobel lho
Hahaha
Aku yang tak mengerti maksudnya segera minta penjelasan. Jawaban Esa polos tapi terasa menusuk hatiku.
From: Kak Esa
Loh, kamu nggak tau?
Dia kan udah punya pacar, udah lama kali
Katanya adeknya, kok nggak tau?
Shock yang menimpaku bukan karena cemburu, tapi lebih karena Kak Ardi tidak bercerita padaku. Apa-apaan dia? Aku mengerti benar ledekan Esa, dan aku bertambah tersinggung karenanya. Begitukah yang dinamakan kakak-adik yang saling terbuka menceritakan segalanya? Aku langsung menanyakan pada Kak Ardi, dan dia membenarkan berita itu.
From: Kak Ardi
Kakak emang udah punya dek
Maaf ya nggak cerita, kakak lagi nunggu waktu yang tepat untuk cerita ke adek
Damn, akan jauh lebih bisa kuterima bila aku mendengarnya dari Kak Ardi sendiri, langsung atau lewat SMS. Saat itu juga aku memutuskan untuk semakin menjaga jarak dengannya. Entah kenapa aku menceritakan segalanya pada Esa, mungkin lebih karena aku sedang membutuhkan tempat curhat dan dia satu-satunya yang sedang berkomunikasi denganku. Esa menenangkanku, perhatiannya pada masalahku membuat kesedihanku sedikit berkurang, walau itu tak mengurangi kekesalanku pada Kak Ardi. Sejak itu aku semakin dekat dengan Esa. Dia orang yang terbuka, menceritakan segala kekurangannya sejak awal kami mulai dekat.
From: Kak Esa
Aku nggak mau kamu ngira aku bohong tentang aku
Lebih baik dari awal aku ceritain semua tentang aku
Aku menghargainya karena keterbukaannya. Dia bercerita tentang gadis yang disukainya di kota perantauannya, hobinya, dan kegiatannya. Dari situ aku tahu dia termasuk tipe laki-laki ‘jablai’ yang membutuhkan teman untuk nafsunya yang sangat berlebih. Aku sendiri termasuk gadis yang berpikiran bebas, walau tetap saja aku tak mau berlebihan dalam berhubungan. Kami mulai sering berkomunikasi melalui YM dan bertatap muka melalui webcam, tapi hanya sekedar saling meledek wajah masing-masing yang sedang kusut.
Beberapa bulan setelah masalah dengan Kak Ardi, aku menjalin hubungan dengan Kak Anto, teman Kak Ardi juga. Sebenarnya aku sudah lebih dulu dekat dengan Kak Anto dibandingkan Kak Ardi, tetapi karena kesibukannya kami jarang berkomunikasi kecuali bila dia sedang pulang ke kota asal kami. Tak jarang saat pulang Kak Anto mengunjungiku untuk saling bercerita banyak hal selama kami berjauhan. Kami baru berpacaran setelah 4 tahun dekat. Saat itu aku yang kelas 3 SMA dan akan menjalani ujian ingin menjalin hubungan dengan orang yang juga santai. Kami sejak awal sudah saling memberi tahu kesibukan kami agar tidak terjadi kesalahpahaman. Malah bagus, pikirku, dia pasti tak akan terlalu menuntut perhatian lebih karena kesibukannya, sehingga aku juga tak terganggu saat belajar. Hubunganku dengan Esa sempat merenggang karena kesibukanku menjelang ujian.
Sekitar 3 bulan aku menikmati nyamannya LDR (Long Distance Relationship) dengan Kak Anto. Kami tak pernah bertengkar, toh tak ada waktu untuk itu karena kesibukan kami masing-masing. Keindahan hubungan itu terus berlanjut sampai 2 minggu setelah ulang tahunku, aku merasakan perubahan sikap Kak Anto. Kak Anto yang dulu walaupun sibuk tapi menyempatkan diri membalas SMS-ku meski hanya memberi tahu bahwa dia sedang ada kegiatan dan menghubungiku setelah selesai. Tetapi dia berubah, baru membalas SMS-ku setelah 2-3 hari. Aku curhat pada Esa tentang perubahan ini. Esa menyarankanku untuk menanyakannya langsung. Aku sempat ragu, aku takut bila harus berakhir buruk. Aku mencoba bersabar, menenangkan diri bahwa dia hanya sedang sibuk.
Hari beranjak mendekati akhir tahun, tapi Kak Anto tetap saja tak berubah bahkan semakin menjauh. Kesabaranku menipis dan kuputuskan untuk menanyakan kejelasan sikapnya.
To: Kak Anto
Sibuk ga?
Aku boleh nanya?
From: Kak Anto
Ga terlalu sih, mau nanya apaan?
To: Kak Anto
Kamu kenapa sih akhir2 ini berubah?
Jarang banget bales smsku
Sebenernya kamu masih sayang nggak?
Aku di dalam kamar menyiapkan hati untuk jawaban terburuk darinya.
From: Kak Anto
Maaf, aku tertarik sama orang lain di sini
Rasanya kamarku tersambar petir yang amat kuat. Seketika tubuhku melemah, hatiku terasa kosong seperti tak ada lagi sandaran. Aku sempat tak ingin membalas SMS-nya, tapi aku tak mau terlihat seperti gadis yang tak mau kehilangan pacarnya.
To: Kak Anto
Trus kamu mau gimana?
Udahan aja?
From: Kak Anto
Sebenernya aku nggak mau pisah dari kamu
Tp kalo kamu mau gitu ya gimana lagi
To: Kak Anto
Daripada kamu di sana bingung sendiri, suka sama orang lain tapi masih ada aku yang jadi penghalang
Udahlah, nggak apa-apa kok
From: Kak Anto
Maafin aku ya
Makasih banget buat selama ini
Kita masih bisa jadi temen kan kayak dulu?
Kalau aku boleh memilih, aku tak ingin melihat wajahnya lagi. Tapi mau bagaimana? Aku kan tak mungkin terlihat sebagai orang yang kalah, harga diriku terlalu tinggi untuk itu.
To: Kak Anto
Pasti dong, kita kenal udah lama kali
Nyante aja
Dalam kekecewaan dan kemarahanku, aku dengan panik mencari nama orang yang kupikir bisa menghiburku. Ingatanku langsung tertuju pada Esa. Aku mencoba meneleponnya, aku tahu pasti dia sedang memegang HP karena sebelum aku mengirim SMS pada Kak Anto aku masih bercerita dengannya. Sial, pulsaku habis! Dengan sisa pulsa SMS, aku mengetikkan pesan padanya di sela-sela air mata yang nyaris membutakan penglihatanku.
To: Kak Esa
Sa, bisa telepon sekarang?
Tolong Sa…
Tak sampai dua menit kemudian HP-ku bergetar oleh telepon masuk. Nama Esa tertera di layar. Aku segera mengangkat teleponnya.
“Halo, Re?”
“Iya, Sa.”
“Kenapa Re? Ada apa?” Suara Esa terdengar agak kuatir.
“Kak Anto, Sa. Dia…” Aku tak melanjutkan kata-kataku, isakanku mendesak keluar tak tertahankan lagi.
“Re? Kenapa sih? Tenangin diri kamu dulu, Re. Tarik napas Re, calm down.”
Aku berusaha mengendalikan tangisku. Kemudian aku menceritakan semua yang terjadi pada Esa.
“Terus gimana, Re? Lebih baik gini, Re, daripada kamu digantungin terus-terusan. Baguslah dia mau jujur langsung ngaku pas ditanyain. Kamu bakal lebih sakit hati lagi kalo kamu tahu dari orang lain. Emang rasanya sakit, Re. Tapi masih ada keluargamu, masih ada temen-temen kamu, ada aku juga, yang mau nemenin kamu,” kata Esa dengan suara lembut. Aneh, mendengar itu aku merasa menemukan sandaran kembali setelah beberapa saat tadi kehilangan keseimbangan. Kenapa bisa begini? Apa aku... jatuh cinta padanya? Atau sekedar merasa nyaman menemukan sandaran?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Elang mengatakan...

cuuuuuurrrrhhaaaaaattttt nih yeeeee....
ahahahahahaha :p

Posting Komentar